Alkisah, terdapat sebuah telaga berwarna di Pamulang. Telaga itu besar, cantik, menyejukkan. Karena aku selalu mengira-ngira lokasi, aku beranggapan bahwa telaga warna itu tidaklah nyata. “Anakku, telaga warna itu nyata. Kakek sendiri pernah melihatnya, di suatu tempat di dunia ini. Tidaklah semua yang terjadi adalah kebetulan, pasti ada sebab-akibatnya anakku... Kakek harap, kamu jangan pernah sekali-kali mencari dimanakah telaga warna berada. Meskipun telaga warna memiliki banyak harta karun di dalamnya, naga laut dengan sisik emas dan mutiara di tubuhnya, ikan dengan intan permata di matanya, bahkan kerikil-kerikil kecil yang berada di dasarnya adalah batu permata atau emas yang terbentuk selama ribuan tahun.” Kakekku berucap, aku mengernyitkan alis, tidak tahu. Kalau telaga warna itu nyata, mengapa sampai sekarang aku belum pernah mendengar tentang telaga warna sebelumnya, Atau secarik kertas mengenai telaga warna pun belum pernah kutemui, Atau informasi sekecil...
Aku tertegun menatap wajah itu.
Aku melihatnya. Pelan dan berulang.
Meskipun sakit, aku tak keberatan jika sang kasih menikahi saudaraku di rumah orang tuaku.
Dia bermaksud meminangnya untuk suatu posisi strategis di marketing.
Bagiku, mereka adalah pasangan yang luar biasa.
One and only.
Namanya lekat di jiwa.
Hubungan tidak berdusta. Tidak terlihat sekali.
Aku diam sejenak.
Hanya dia yang sedikit memiliki penjelasan.
Ada murid dari kelas lain yang bilang kami berdua dipanggil guru BK.
Sudah enam bulan. Dia mengeluarkan listrik.
Penuh memikatku.
Bahkan hewan pun terpana.
Melihat keanggunan putri salju.
Sejak aku mengenalnya:
Anak menarik dari kelas sepuluh.
Miss Fathi menuntunku duduk di sofa.
Seiring waktu, aku mendengar dia telah menikah.
Komentar
Posting Komentar