Langsung ke konten utama

Kau, Aku, dan Telaga Warna

Alkisah, terdapat sebuah telaga berwarna di Pamulang. Telaga itu besar, cantik, menyejukkan. Karena aku selalu mengira-ngira lokasi, aku beranggapan bahwa telaga warna itu tidaklah nyata.   “Anakku, telaga warna itu nyata. Kakek sendiri pernah melihatnya, di suatu tempat di dunia ini. Tidaklah semua yang terjadi adalah kebetulan, pasti ada sebab-akibatnya anakku... Kakek harap, kamu jangan pernah sekali-kali mencari dimanakah telaga warna berada. Meskipun telaga warna memiliki banyak harta karun di dalamnya, naga laut dengan sisik emas dan mutiara di tubuhnya, ikan dengan intan permata di matanya, bahkan kerikil-kerikil kecil yang berada di dasarnya adalah batu permata atau emas yang terbentuk selama ribuan tahun.”   Kakekku berucap, aku mengernyitkan alis, tidak tahu.   Kalau telaga warna itu nyata, mengapa sampai sekarang aku belum pernah mendengar tentang telaga warna sebelumnya, Atau secarik kertas mengenai telaga warna pun belum pernah kutemui, Atau informasi sekecil...

Mengapa Cinta Sejati Melewati Segala Alasan?


Cinta, dalam berbagai pemikiran dan perspektif, sering kali dibagi menjadi dua jenis: cinta yang belum matang dan cinta yang sudah dewasa. Cinta yang belum matang muncul dengan ungkapan, "Aku mencintaimu karena aku membutuhkanmu," sebuah bentuk cinta yang berpusat pada diri sendiri. Di sini, cinta dipandang sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan pribadi, tanpa memedulikan kebutuhan dan kebebasan orang yang dicintai. Ini adalah cinta yang penuh tuntutan dan kontrol, di mana pasangannya dianggap sebagai milik yang harus terus memenuhi ekspektasi.

Sebaliknya, cinta yang dewasa menggambarkan hubungan yang lebih tulus dan mandiri, sebagaimana terungkap dalam pernyataan, "Aku membutuhkanmu karena aku mencintaimu." Dalam bentuk cinta ini, seseorang menyadari bahwa kebahagiaan bukanlah hasil dari pemenuhan kebutuhan pribadi semata, tetapi berasal dari kesadaran mendalam akan cinta itu sendiri. Pasangan dihargai sebagai individu yang merdeka, dengan ruang untuk tumbuh, dan cinta ini sanggup menerima kekurangan serta menghadapi kenyataan tanpa syarat. Cinta dewasa tidak mudah terguncang oleh tantangan karena dasarnya adalah ketulusan, bukan pamrih.

Ketika cinta yang matang dihadapkan pada kenyataan pahit, seperti perpisahan, orang yang mencintai dengan tulus mampu menerima kehilangan tersebut tanpa menghancurkan dirinya. Ini karena cinta yang sejati tidak dibangun atas dasar ekspektasi atau balasan. Sebaliknya, cinta itu mengalir dari hati yang ikhlas, bahkan saat orang yang dicintai tidak lagi bersama.

Salah satu kesalahpahaman terbesar tentang cinta adalah anggapan bahwa cinta bisa menyakitkan. Padahal, yang sering menyakitkan adalah harapan kita yang tidak terpenuhi atau ketergantungan kita pada balasan cinta. Sesungguhnya, cinta sejati tidak menuntut balasan. Cinta adalah kekuatan yang melampaui alasan, dan ia tetap ada meski tanpa pengharapan.

Seperti halnya ketika kita memberi tanpa mengharapkan sesuatu kembali, cinta yang sejati juga demikian. Sebuah perbuatan yang tulus, murni, dan tanpa pamrih, di mana kebahagiaan datang dari memberi, bukan menerima. Cinta yang seperti ini tidak bergantung pada faktor eksternal seperti kecantikan, kekayaan, atau status sosial. Sebab, ketika semua itu hilang, cinta sejati akan tetap bertahan.

Sebagai refleksi dari Jalaludin Rumi, cinta adalah keadaan di mana seseorang melepaskan segala hal demi orang yang dicintai, bahkan Tuhan sekalipun. Cinta sejati adalah pengorbanan tanpa batas, di mana kebahagiaan dan penerimaan hadir tanpa syarat, tanpa alasan.

Pada akhirnya, cinta bukanlah soal alasan atau pamrih. Cinta sejati adalah keputusan untuk terus mencintai, bahkan ketika alasan-alasan yang mendasarinya tidak lagi ada. Teruslah mencintai dengan ketulusan, dan biarkan cinta mengalir sebagaimana mestinya.

Komentar

Alfino Hatta mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Postingan populer dari blog ini

Jarang Bicara, Apakah Tanda Kurang Cerdas?

Jarang berbicara sering kali dianggap sebagai tanda kurangnya kecerdasan, tetapi anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Otak manusia memiliki area yang berhubungan dengan bahasa, seperti area Broca yang bertanggung jawab atas produksi bahasa dan area Wernicke yang mengatur pemahaman bahasa. Ketika seseorang jarang berbicara, area ini mungkin menjadi kurang aktif, tetapi hal itu tidak berarti otak kehilangan fungsinya atau kecerdasan seseorang menurun.  Dalam sejarah, banyak tokoh besar seperti Isaac Newton, Albert Einstein, dan Nikola Tesla dikenal sebagai pribadi yang pendiam. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk berpikir, merenung, dan menulis daripada berbicara. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan tidak selalu diukur dari seberapa sering seseorang berbicara. Baca juga: Menaksir Usia Bumi dan Pembentukan Alam Semesta: Berapa Usia Bumi yang Tepat? Jarang berbicara tidak sama dengan tidak mampu berbicara. Orang yang memilih untuk lebih banyak diam sering kali sedang memprose...

Manusia dan Pengaruh Lingkungan terhadap Perilaku

Sering kali, respons kita terhadap orang lain dipengaruhi oleh bagaimana mereka memperlakukan kita. Ketika kita berhadapan dengan seseorang yang sangat baik, secara otomatis kita merasa terdorong untuk membalas kebaikan itu. Entah secara langsung atau tidak langsung, kita merasa perlu menyesuaikan sikap kita dengan perlakuan baik tersebut. Namun, sebaliknya, jika orang lain tidak bersikap baik kepada kita, sering kali kita juga cenderung merespons dengan sikap yang serupa. Hal ini menunjukkan betapa hati manusia mudah terpengaruh oleh faktor eksternal, terutama bagaimana orang di sekitar memperlakukan kita. Bahkan ketika perubahan hati itu timbul dari diri kita sendiri, sering kali keputusan untuk berubah juga dipicu oleh pengaruh orang lain. Sebagai contoh, kita bisa melihat bagaimana manusia, sebagai makhluk berakal budi, secara tidak sadar sudah memiliki kemampuan untuk merasakan dan menilai perasaan orang lain. Sejak kecil, kita diajarkan untuk berbuat baik, seperti mel...

Menjadikan Membaca Menjadi Bagian dari Gaya Hidup Modern

Membaca bukanlah sekadar rutinitas bagi mereka yang berkecukupan, namun lebih merupakan cerminan jiwa orang-orang yang haus akan ilmu. Ya, kebanyakan dari mereka yang terpelajar memang hidup dalam kenyamanan ekonomi, namun jangan salah—esensi membaca sesungguhnya terletak pada keinginan untuk terus tumbuh. Membaca adalah bagian dari perjalanan menuju puncak tertinggi, yang disebut "Aktualisasi Diri". Sebelum kita sampai ke sana, kita harus melewati tangga-tangga kebutuhan lainnya, mulai dari yang paling mendasar hingga yang lebih kompleks. Dengan kata lain, budaya membaca hanya akan benar-benar tumbuh subur dalam diri seseorang yang telah memenuhi kebutuhan dasarnya. Dan ketika itu tercapai, pintu menuju pengetahuan pun terbuka lebar. Lalu, apa peran orang tua dalam hal ini? Sederhana. Anak-anak tidak akan belajar mencintai membaca hanya karena mereka diberi buku atau diajak ke perpustakaan. Tidak, itu belum cukup. Anak-anak butuh lebih dari sekadar fasilitas—mere...

Bagian dari 1% Teratas di Tahun 2024

Menjadi bagian dari 1% teratas di tahun 2024: • Hindari konten negatif • Luangkan waktu untuk meditasi • Jauhi alkohol • Rutin angkat beban • Tetapkan tujuan yang jelas • Nikmati sinar matahari pagi • Tidur cukup selama 6 jam • Kurangi konsumsi gula • Jauhi orang yang membuat energi terkuras • Sisihkan waktu untuk keluarga • Fokus 4 jam untuk pekerjaan mendalam • Selalu ungkapkan rasa syukur setiap hari Siap mencobanya?

Puisi Cinta: Sinar Mata

Telah berulang kali. Kami membuat sebuah janji. Keterpurukan tinggal nama saja. Mengikat-ngikat selama. Ini aku si pecinta. Yang senantiasa. Jadi pelita dalam hidupmu. Tapi adalah kepunyaanmu. Warisan cinta masa lalu. Mempertemukan kita. Lain lagi gerak pembenci dahulu. Kitab sesat dibawa kemari kesana. Dari sirat matamu terbayang cahaya. Semua cahaya kota. Kabarkan kepada mereka. Gemilang cahaya kota, tiada bisa mengalahkan panorama.

Puisi Eksperimental: Turun di Bumi

Mungkin ada malaikat yang turun ke bumi. Kami sama-sama terkejut. Aku tak sadar diri. Tiba-tiba saja aku mendengar suara laut. Kami menempuh tiga jam perjalanan dramatik. Seorang duyung cantik tengah menari-nari. Telinga bertindik. Mendengar suaranya saja geli. Di atas segala nya, dia tak ingin menjadi pria kembali. Setelah yakin kemaluannya hilang dari rumah sakit. Nama yang ia sendiri. Terbunuh sedikit demi sedikit.

High School Captures

 

Bring The DIS (Democracy in School)